Celotehan
ringan beberapa ibu terdengar di antara terampilnya tangan melepas
kulit buah salak yang berwarna coklat bersisik. Senda gurau ibu-ibu
seakan mengisi kesunyian dan kesejukan di lokasi kegiatan Kelompok
Wanita Tani (KWT) Agro Abian Salak yang menghasilkan Kurma Salak.
Sudah dua tahun ibu-ibu ini beraktivitas di sebuah tempat tinggi yang asri di dusun Karanganyar Sibetan Karangasem Bali.
Setelah
kulit terkelupas, buah kemudian dibelah menjadi dua bagian dimasukkan
kedalam ember plastik besar untuk direndam dalam air kapur sirih
beberapa saat.
Setelah
ditiriskan buah salak disangrai dalam wajan besar hingga potongan buah
salak berubah warna sedikit coklat. Setelah proses ini, potongan salak
diberi gula diaduk merata hingga berwarna kecoklatan menyerupai buah
korma. Potongan buah salak yang dicampur gula dibiarkan terendam
sehingga meresap. Di lidah korma salak terasa manis dengan aroma rasa
salaknya yang masih terasa.
KWT
ini memiliki 60 anggota, namun hingga kini yang aktif sekitar 15
orang saja. Bekerja dalam kelompok mulai pukul 8 hingga pukul 16,
berpenghasilan Rp700 ribu per bulan. Enam pekerja laki-laki memelihara
dan memanen buah salak di kebun seluas 80 hektare di bagian belakang
tempat para ibu bekerja.
Desa
Sibetan merupakan desa penghasil buah salak. Cerita tentang potensi
desa ini banyak dituturkan oleh Perbekel atau Kepala Desa Sibetan yang
juga sebagai Ketua KIM Kuncara Giri, I Nengah Sumitra. Di desa ini
terdapat lebih kurang 14 jenis varietas salak di antaranya salak nenas,
salak nangka dan salak gula pasir. Kebun salak di desa ini terhampar di
tanah seluas lebih 234 hektare.
Desa
Sibetan terletak kurang lebih 42 km sebelah timur Kota Denpasar, pada
ketinggian 400 hingga 600 meter di atas permukaan laut, dengan
temperature rata-rata 20-30 derajat celcius. Curah hujan 1.567 mm-2.000
mm per tahun. Iklim dan udara yang sejuk membuat salak cocok tumbuh di
daerah ini. .
Ketika
panen raya yang biasanya terjadi pada bulan Desember sampai Februari,
harga buah salak anjlok. Karenanya harus ada upaya untuk memberikan
nilai tambah dari buah salak. Munculah kreativitas mengolah buah salak
menjadi wine salak, dodol salak, kripik salak, sirup salak dan manisan
salak. Dengan adanya kegiatan tersebut, menurut I Nengah Sumitra
kegiatan sebagian besar penduduk Sibetan bukan terhenti pada penjualan
buah salak segar saja tetapi ada aktivitas yang bukan hanya menambah
nilai dari buah itu sendiri tetapi juga memberikan tambahan penghasilan
keluarga.
Nyoman
Mastra, pengelola kegiatan KWT ini berfikir lebih jauh. Bagaimana
supaya orang lebih banyak tahu bukan hanya terbatas pada penjualan buah
salak, namun kehidupan masyarakat dan alam desa Sibetan. Pengunjung
diajak bukan hanya melihat kebun salak mulai proses penanaman,
pemeliharaan dan panen buah salak. Namun pengunjung juga diperkenalkan
dengan kuliner khas desa Sibetan.
Pengunjung
bahkan dipersilakan mampir ke tempat ibu-ibu di KWT ini untuk bersantap
siang dengan sayuran yang langsung dipetik di kebun seperti pakis,
empol salak, salah satu bagian dari tanaman salak yang bisa diolah
menjadi pendamping nasi putih dengan tekstur lembut di lidah.
Kreativitas
harus terus dilakukan sehingga buah salak asal desa Sibetan ini bukan
hanya enak di lidah tetapi juga bisa menambah penghasilan keluarga
dengan melimpah.diambil dari : Portal Berita Info Publi reporter : Agus S. Budiawan